Muna Nature Community

Selasa, 15 Desember 2015

BADAK JAWA


http://awsassets.wwf.or.id/img/original/badak01.jpg
Mengenai Badak Jawa
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN.
Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa di Indonesia. Populasi lain dari sub-spesies yang berbeda di Vietnam telah dinyatakan punah. Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak 1992.
Ekologi dan Habitat
Badak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat, diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon. Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, yang didukung oleh WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil dengan angka maksimum pertumbuhan populasi 1% per tahun.
Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran wilayah jelajah dan kondisi habitat, Ujung Kulon diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak. Hanya saja, populasi yang stagnan menandakan batas daya dukung sudah dicapai. Karena alasan tersebut serta upaya preventif menghindarkan populasi badak dari ancaman penyakit dan bencana alam, para ahli merekomendasikan adanya habitat kedua bagi Badak Jawa. Beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah: Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun – Salak, Cagar Alam Sancang dan Cikepuh.
Ancaman
Sudah tidak ditemukan kasus perburuan liar badak Jawa sejak tahun 1990-an karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional yang diiringin dengan inisiatif-inisiatif seperti Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU) serta patroli pantai. Ancaman terbesar bagi populasi badak Jawa adalah:

Berkurangnya keragaman genetis
Populasi badak Jawa yang sedikit menyebabkan rendahnya keragaman genetis. Hal ini dapat memperlemah kemampuan spesies ini dalam menghadapi wabah penyakit atau bencana alam (erupsi gunung berapi dan gempa).

Degradasi dan hilangnya habitat
Ancaman lain bagi populasi badak Jawa adalah meningkatnya kebutuhan lahan sebagai akibat langsung pertumbuhan populasi manusia. Pembukaan hutan untuk pertanian dan penebangan kayu komersial mulai bermunculan di sekitar dan di dalam kawasan lindung tempat spesies ini hidup.

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN



http://www.eurocontrol.int/sites/default/files/styles/colorbox-max/public/illustration/environmental-protection.jpg?itok=cIdgasYM

Ada beberapa prinsip dari pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan menurut Soumarwoto dalam Purba (2002), yaitu:
a.       Keadilan antar generasi, generasi sekarang menguasai sumber daya alam yang ada di bumi sebagai titipan untuk dipergunakan generasi mendatang. Keadaan demikian menuntut tanggung jawab kepada generasi sekarang untuk memelihara peninggalan (warisan) seperti halnya kita menikmati berbagai hak untuk  menggunakan warisan bumi ini dari generasi sebelumnya. Elemen kunci dari prinsip ini adalah:  (1) masyarakat antara satu generasi dengan generasi berikutnya adalah mitra, (2) generasi sekarang tidak membebankan  eksternalitas pembangunan kepada generasi selanjutnya, (3) setiap generasi  mewarisi  kekayaan sumber alam serta kualitas habitat yang kurang lebih ekuivalen secara fisik, ekologis, sosial, serta ekonomi.
b.      Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity). Merupakan prinsip yang berbicara  tentang keadilan diantara satu atau sesama (single)  generasi, termasuk didalamnya keberhasilan memenuhi kebutuhan kebutuhan dasar, atau tidak terdapatnya kesenjangan antara individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat tentang pemenuhan kualitas hidup.  Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan fenomena, seperti  :  (1) beban dari permasalahan lingkungan dipikul oleh mereka (masyarakat) yang lemah (secara sosial ekonomi), (2) kemiskinan yang menimbulkan akibat degradasi lingkungan, (3) upaya-upaya perlindungan lingkungan dapat berakibat pada sektor tertentu pada masyarakat, namun disisi lain menguntungkan sektor lain, (4) tidak seluruh anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam pencegahan dini (precautionary principle).
c.       Prinsip pencegahan dini (precautionary principle).  Mengandung suatu pengertian apabila terdapat ancaman adanya kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), tidak ada alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan tersebut. Dalam menerapkan prinsip ini, pengambilan keputusan harus dilandasi oleh : (1) evaluasi yang sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, (2)  penilaian (assessment)  dengan melakukan analisis resiko dengan menggunakan berbagai opsi (options)
d.      Prinsip perlindungan keaneka ragaman hayati  (biodiversity conservation). Keanekaragaman yang kita miliki memberikan dan merupakan sumber kesejahtraan bagi umat manusia. Pengetahuan tradisional (traditional knowledge) tentang keanekaragaman  hayati perlu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan.
e.      Internalisasi biaya lingkungan mekanisme insentif. Pentingnya penekanan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan di mana penggunaan sumber daya alam (resource use) merupakan kecenderungan atau reaksi dari dorongan pasar. Gagasan dari prinsip ini adalah biaya lingkungan dan sosial harus diitegrasikan kedalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber alam. Sedangkan mekanisme insentif diantaranya berupa program peringkat kinerja yang dimaksudkan untuk mengubah perilaku dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat melalui publikasi kinerja industri secara periodik.
Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diinterpretasikan untuk mencakup tidak hanya berkelanjutan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, tetapi juga keberlanjutan sumber daya budaya seperti nilai-nilai,  legenda, dan upacara keagamaan. Kecuali itu pembangunan berkelanjutan juga mencakup keberlanjutan produksi dan keberlajutan kebudayaan itu sendiri.
Jika kita melihat pariwisata budaya dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan, ada tiga unsur kunci yang harus dipertimbangkan:  (1) kualitas pengalaman wisatawan (keunikan, keingintahuan, imajinasi), (2) kualitas sumberdaya budaya (integretas, kapasitas, pelestarian), (3) kualitas kehidupan penduduk lokal (integritas dalam masyarakat, keberlangsungan ekonomi, dampak sosial)  (Schouten dalam Jaman 1999).

RANGKONG BADAK

http://awsassets.wwf.or.id/img/original/web_112971.jpg
Rangkong badak (Buceros rhinoceros) merupakan salah satu spesies burung rangkong terbesar di Asia. Rangkong badak menghabiskan waktunya di bagian atas tajuk hutan dengan makanan utama buah-buahan, serangga, reptil kecil, hewan pengerat, dan burung-burung kecil. Satwa ini mempunyai perilaku yang unik, betina bersarang dalam lobang pohon yang kemudian dititutup dengan lumpur dan selama betina tinggal dalam lobang ini, diberi makanan oleh jantan.
Menurut Daftar Merah IUCN, rangkong badak termasuk spesies yang hampir mengalami kelangkaan. CITES juga mengklasifikasikan satwa burung ini ke dalam kategori Appendix II (spesies yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena hampir mengalami kelangkaan, kecuali jika perdagangan tersebut tunduk pada peraturan ketat, sehingga pemanfaatan yang tidak sesuai dapat dihindari).
Raungan bersuara “honk” kasar diulangi oleh jantan dan betina dalam nada yang berbeda. Sering kali disuarakan dalam bentuk duet, tetapi yang satu lebih terlambat dari yang lain, sehingga terdengar suara seperti “honk – hank,...”, dan juga suara tajam “gak” sewaktu
terbang. Masyarakat tradisional Dayak ada yang bisa memanggil burung rangkong ini dengan meniru suaranya. Suara kepakan sayap rangkong Badak sangat keras dan terdengar seperti suara helikopter kecil di kejauhan.
Ekologi dan Habitat
Wilayah penyebaran global satwa ini adalah Asia Tenggara, termasuk Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera, Borneo, dan Jawa. Burung rangkong badak dapat ditemukan dalam kepadatan rendah di kebanyakan blok hutan dataran rendah dan perbukitan. Rangkong punya fungsi sangat penting sebagai penyebar biji pohon, umumnya buah yang dimakan bijinya dibuang kemana-mana. Kehadiran satwa ini sangat mencolok karena mempunyai ukuran badan yang besar, serta kebiasaan dan suaranya yang khas. Akan tetapi, pada umumnya, burung rangkong badak hanya dapat ditemui dalam jumlah kecil di dalam satu tempat di kawasan hutan yang luas.
Ancaman
Sepanjang Pulau Sumatera dan Borneo banyak dari hutan hujan tropis yang telah dikonversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman. Kebakaran hutan yang kini telah menjadi fenomena tahunan, telah memakan banyak korban. Penebangan hutan secara tidak lestari telah banyak menghancurkan kawasan hutan di Pulau Sumatera dan Borneo. Sebenarnya, rangkong badak mampu bertahan hidup di dalam kawasan hutan yang kayunya dipanen dengan sistem pengelolaan yang baik dan bertanggung jawab, serta aktivitas perburuan dikontrol secara ketat, sehingga pada akhirnya satwa ini tidak mengalami kelangkaan yang berujung pada kepunahan. Untuk bersarang burung ini perlu pohon kayu yang berlobang, yaitu biasanya pohon yang sudah tua dan tebal.

ANGGREK HITAM

http://awsassets.wwf.or.id/img/original/anggrek_hitam_wwf_arif_data_kusuma.jpg
Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di daerah tertentu di pulau Kalimantan. Anggrek hitam dijadikan sebagai maskot flora di propinsi Kalimantan Timur karena keindahan dan keunikannya.
Tumbuhan ini hidup bergerombol membentuk rumpun. Bagian pangkalnya memiliki umbi yang berbentuk bulat telur agak pipih, dengan dua helai daun elips yang menjulang ke atas. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Kebanyakan orang mengira bahwa bunga anggrek hitam berwarna hitam secara keseluruhan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Bunga anggrek hitam berbentuk tangkai dengan jumlah kuntum bunga antara 5-10 kuntum per tangkai. Warna bunganya didominasi oleh warna hijau kekuningan pada bagian kelopak dan mahkotanya dan bagian bibir bunga berwarna hitam yang bagian dalamnya terdapat bintik-bintik warna hitam dengan kombinasi garis-garis hitam.
Habitat Anggrek Hitam
Kersik Luway ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam melalui Surat Keputusan MenteriPertanian nomor 792/Kpts/Um/10/1982 tanggal 29 Oktober 1982 tentang Pengukuhan Perluasan Cagar Alam Padang Luway dari 1.000 Hektar menjadi 5.000 Hektar. Berdasarkan hasil rekonstruksi batas oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV pada tahun 2006 lalu, luasnya sebesar 4.896,35 Ha. Pengelolaannya berada pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (Anonim, 2009).
Anggrek hitam sangat mudah dijumpai di kawasan Cagar Alam Padang Luway yang merupakan habitat asli jenis flora tersebut. Sebagai tumbuhan epifit, anggrek hitam hidup menempel pada batang kayu atau pohon, disamping beberapa diantaranya tumbuh di lantai hutan pada batang kayu yang telah rebah.
Keindahan anggrek hitam bisa dinikmati saat musim berbunga tiba. Musim berbunga Anggrek Hitam biasanya terjadi pada akhir tahun antara bulan Oktober sampai Desember. Terdapat ratusan kuntum bunga yang bisa kita temui di lihat selama musim bunga di Kersik Luway, cagar alam di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Saat ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin menyusutnya luas hutan di Kalimantan namun Anggrek Hitam masih bisa dijumpai di cagar alam Kersik Luway dalam jumlah yang sedikit.
Ancaman
Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan anggrek hitam di Cagar Alam Padang Luway kian terancam. Kebakaran hutan yang terjadi hampir sepanjang tahun merupakan ancaman serius akan keberadaannya. Kebakaran hebat beberapa tahun lalu sempat memporakporandakan kawasan ini dan sekarang menyisakan lahan kosong yang telah ditumbuhi semak belukar. Sebaran anggrek hitam di kawasan Cagar Alam Padang Luway saat ini hanya tersisa sedikit di Kersik Luway. Sisanya berupa semak belukar, padang ilalang, areal terbuka dan perkebunan karet milik masyarakat setempat. Kegiatan masyarakat setempat juga memberikan dampak negatif kepada kawasan ini. Dikawasan Cagar Alam ada dijumpai perkebunan karet milik masyarakat. Sungguh ironis memang, kawasan yang seharusnya dijaga keasliannya justru digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Selain itu ditemukan pula pemukiman penduduk di wilayah cagar alam.

‘Kesepakatan Paris’ Perwujudan Ambisi dan Komitmen Menghadapi Ancaman Perubahan Iklim

 http://awsassets.wwf.or.id/img/original/meme_7.jpg
Sabtu malam (12/12) waktu Paris, akhirnya Pertemuan Para Pihak ke-21 (COP 21) Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) ditutup dengan diadopsinya ‘Kesepakatan Paris’ (Paris Agreement). Paris Agreement dirasa mampu menjadi dasar upaya jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim. Kesepakatan tersebut merupakan cerminan sikap Pemerintah di berbagai belahan dunia yang telah mengesampingkan kepentingan masing-masing. Pesan kuat   Paris Agreement adalah kesadaran dan sikap baru untuk bersama-sama menghadapi ancaman perubahan iklim, mengambil tindakan yang lebih secara progresif dan juga bersama mencapai tujuan yang melindungi kelompok rentan di dunia.

Terlepas dari berbagai kemajuan dalam proses negosiasi selama dua minggu terakhir, WWF memandang Paris Agreement tetap memerlukan penguatan dan  dukungan tambahan (accelerated actions – red) dari tiap negara. Hanya dengan demikian langkah yang ditempuh berada pada jalur pengurangan emisi yang menahan laju pemanasan global di bawah 2.0oC atau bahkan 1.5oC. Saat ini INDCs (Intended Nationally Determined Contributions) hanya memenuhi setengah dari pengurangan emisi yang diperlukan, masih meninggalkan kekurangan sebesar 12 – 16 giga ton emisi.

Menanggapi lahirnya Paris Agreement, Dr Efransjah, CEO WWF Indonesia menyatakan, “WWF menyambut positif Paris Agreement. Kesepakatan tersebut memiliki beberapa elemen penting untuk menyelamatkan dunia dari dampak terburuk perubahan iklim. Di dalamnya juga sudah menggambarkan perhatian untuk perlindungan kelompok rentan dan kepentingan Indonesia.”

Paris Agreement memuat tujuan global untuk adaptasi perubahan iklim, termasuk secara terpisah menyebut tentang kerusakan dan kerugian akan dampak perubahan iklim (Loss and Damage – red). Selain itu, di dalamnya juga menjelaskan bahwa semua negara harus bertindak untuk menahan laju deforestasi, degradasi lahan dan memperbaiki tata kelola lahan. Termasuk proses yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan perhitungan emisi karbon pada sektor lahan. Indonesia bersamaan dengan berlangsungnya COP 21 telah meluncurkan sistem perhitungan  emisi karbon dari sektor lahan yang dikenal dengan  INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System).

Indonesia perlu berada pada jalur di mana tercapai puncak emisi karbon (carbon peak) dari pembangunan konvensional pada tahun 2020, dan berupaya setelahnya menurunkan emisi karbon secara drastis. Selain mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan, upaya yang perlu ditempuh sejak sekarang adalah mengikuti transisi global beralih menuju penggunaan energi bersih dan terbarukan. Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, dan juga cukup memilki potensi pemanfaatan energi dari tenaga surya maupun tenaga air.

“Terpenting pasca COP 21 adalah bagaimana para negara termasuk Indonesia mengimplementasikan komitmen dalam INDCs secara sistematis dan bertanggung jawab. Melibatkan berbagai kelompok masyarakat madani dalam Delegasi RI oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI  merupakan langkah maju yang  mewarnai upaya mewujudkan tata kelola yg lebih baik" lanjut Efransjah.

Nyoman Iswarayoga, Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia, menambahkan, “Pembangunan rendah karbon seyogyanya hanya terwujud melalui kerja sama dengan aktor non-pemerintah termasuk di dalamnya sektor bisnis, kota, dan kelompok masyarakat luas. Hasil yang dicapai di Paris adalah buktinya, proses ini telah membuat masyarakat dunia lebih sadar dan peduli akan pentingnya kolaborasi skala besar untuk menangani permasalahan perubahan iklim.”

Paris Agreement menghendaki pada tahun 2018 semua negara bisa melaporkan pencapaiannya terhadap tujuan  yang disepakati di akhir COP 21 meliputi pengurangan emisi, adaptasi dan pendanaan.

COP 21 di Paris yang dibuka pada tanggal 30 November lalu, diawali dengan hadirnya lebih dari 180 negara dengan komitmen nasional mereka. Ini diperkuat dengan kehadiran lebih dari 150 kepala negara dan pemerintahan yang melalui pidatonya mendorong tercapainya Paris Agreement yang dipandang sebagai sebuah capaian yang membawa angin segar dalam ruang negosiasi perubahan iklim.

sumber: wwf.or.id
Distributed By Blogger Template | Designed By Blogger Templates